tirto.id - Politikus Golkar Idrus Marham disebut offside saat mengaku menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pembangunan PLTU Riau 1. Pengakuan Idrus menjadi tersangka disampaikan lebih dulu dibanding pengumuman Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (24/8/2018).
"Ketika Pak Idrus menyampaikan bahwa beliau sudah ditetapkan tersangka itu kan sebenarnya offside. Ini baru terjadi, belum ditetapkan tapi sudah menyampaikan, siap-siap," kata ahli hukum pidana dari Universitas Tarumanegara Hery Firmansyah di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (25/8/2018).
Pengumuman status tersangka dilakukan Idrus di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta. Ia mengakui status pesakitannya setelah mengajukan permohonan pengunduran diri dalam jabatannya sebagai Menteri Sosial ke Presiden Joko Widodo.
Idrus mengaku sengaja undur diri agar fungsi Kementerian Sosial tidak terganggu. Selain itu, katanya, pengunduran diri ini juga bagian dari tanggung jawab moral sebagai seorang pejabat.
Setelah politikus Golkar itu mengaku jadi tersangka, KPK baru angkat bicara. Mereka menyelenggarakan konferensi pers dan mengakui sudah menetapkan Idrus sebagai tersangka sejak 21 Agustus 2018.
Hery menganggap Idrus belajar dari pengalaman sahabatnya di politik, Setya Novanto, saat ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP. Idrus dianggap tak ingin mengikuti jejak Setnov yang mendapat pandangan negatif dari publik karena bertendensi melawan upaya hukum saat itu.
"Belajar dari kasus Novanto kemarin ketika ada resistensi publik yang luar biasa, ini yang harus kita apresiasi," kata Hery.
Idrus juga dianggap sudah mengerti bahwa ia akan menjadi tersangka setelah 3 kali diperiksa KPK dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau 1. Karena itu, ia disebut sudah menyiapkan tim pembela dan persiapan untuk mengundurkan diri sejak lama.
Idrus diduga bersama-sama dengan salah seorang tersangka, Eni Maulani Saragih, menerima hadiah atau janji dari Johannes B Kotjo selaku pemegang saham PT Blackgold Natural Resources terkait kontrak pembangunan PLTU Riau 1.
Eni diduga menerima suap Rp500 juta yang merupakan bagian commitment fee 2,5 persen dari nilai proyek kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1. Idrus diduga mengetahui dan berandil dalam penerimaan fee itu.
Idrus juga diduga menerima janji mendapat fee yang sama dengan Eni dengan total uang 1,5 juta dolar AS. Uang itu dijanjikan diterima jika proyek pembangunan PLTU Riau 1 berhasil diambil Johanes.
Atas perbuatannya, Idrus disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 56 ke-2 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Maya Saputri